Kamis, 12 Oktober 2017

BERSELIMUT KABUT SURYA KENCANA

Kisah perjalanan ini sebenarnya sudah lama akan tetapi saya posting ulang sebagai pembelajaran diri. Perjalanan ini kita lakukan bulan November 2011.

Sudah lama tidak berkunjung ke gunung Gede, sudah bertahun-tahun kayaknya dan kali ini ada kesempatan dengan teman-teman satu kerjaan.  Waktu kita bikin pengumuman banyak teman-teman yang antusias, bahkan yang mau ikut sebanyak 20 personil, tapi giliran sampai hari H tinggal tersisa 4 orang seperti biasa.  Tapi yang namanya misi tetap harus berjalan meskipun personil tinggal 4 orang, seleksi alam telah menunjukan siapa-siapa yang memiliki kesungguhan.
Saya, Samsul (Mr. Black), Ace dan Godzali adalah orang-orang yang lolos dari seleksi alam, bukan karena tubuh kita kuat tapi kita mempunyai niat yang kuat, bahwa sebuah obsesi harus diwujudkan dengan kesungguhan.  Jam 08.00 pagi kami berkumpul di depan BTC Bekasi untuk naik bis menuju Bogor, molor 1 jam dari rencana.  Agak geleng-geleng kepala lihat perlengkapan 3 personil ini padahal sebelumnya saya sudah tulis perlengkapan apa saja yang harus dibawa tapi ternyata mereka menyepelekan, tapi ya sudahlah pendakian harus tetap berjalan meskipun beresiko.
Bis melaju meninggalkan Bekasi menuju terminal Baranangsiang - Bogor, dari sini kami lanjut dengan menggunakan angkutan L300 menuju Cipanas, tapi ya harus sabar karena nunggu mobil penuh cukup lama.  Akhirnya jam 12.00 kami tiba di Cimacan, saya menuju Cibodas untuk mengurus perijinan sedangkan ketiga temenku lanjut untuk menunggu di Cipanas karena jalur pendakian yang mau kita ambil melalui gunung Putri - Cipanas.  Setelah sholat zduhur dan makan di warung sekitar pasar, perjalanan dilanjutkan dengan angkot menuju desa terakhir gunung Putri, penumpang cuma kami berempat.
Pelan-pelan kami melangkah untuk penyesuaian medan.

Gunung Gede via jalur Gunung Putri

Tenaga sudah tidak seperti waktu muda dulu, ketinggalan sama 2 personil yang masih muda-muda tapi semangat masih gak kalah sama mereka, terus maju walau terseok-seok.  Ternyata kita sudah berjalan berjam-jam hingga jam 21.00 kita sudah berada di pintu masuk alun-alun Surya Kencana ketika kegelapan disertai gerimis dan suhu udara yang mulai menurun.
Kita sepakat untuk melanjutkan perjalanan ke tengah-tengah alun-alun Surya Kencana dan mendirikan tenda di sana, lebih tepatnya bivak dengan mantel hujan.  Cuaca yang gerimis rapat tapi kabut gak mau hilang menyulitkan saya dalam memetakan arah dan keputusan terbaik adalah berhenti mendirikan tenda dan melanjutkan perjalanan besok pagi.  Empat personil dengan hanya 2 mantel dan 1 matras dalam cuaca hujan adalah sebuah kesombongan dan meremehkan alam, alam memberikan jawaban atas semua kesombongan itu.  Hujan semakin lebat, 2 personil kami menggigil kedinginan dan makin lama makin parah ketika salah seorang mulai menceracau.
Keputusan mundur adalah keputusan terbaik saat itu untuk menghindari korban, dalam kondisi jarak pandang yang terbatas kami mundur kembali ke pintu masuk alun-alun Surya Kencana, disini dingin agak berkurang karena tertahan oleh pepohonan.  Saya mencoba untuk tetap terjaga melihat situasi karena walau bagaimanpun mereka adalah tanggung jawab saya.  Waktu begitu lambat menunggu fajar, mata cuma bisa kelap-kelop.  Saat jam di HP menunjukan jam 05.00 aku sholat subuh dulu sebelum membangunkan pasukan.
Alhamdulillah setelah matahari terbit sepertinya energi mereka pulih kembali, tidak seperti semalem yang merintih-rintih.  Sarapan favorit mie instant sebelum melanjutkan perjalanan menembus kembali Alun-alun Surya Kencana dan menuju puncak Gede.

Bergaya diantara kabut

Surya Kencana dikala pagi


Peluklah Edelweis tapi jangan kau hancurkan





Tebing Setan

Perjalanan pulang kita lewat jalur Cibodas agar bisa merasakan air terjun panas dan jalur Tebing Setan.  Perjalanan masih panjang untuk menuju pos Cibodas, tenaga sudah satu-satu dengan perbekalan tinggal mie instan, tapi sudah tidak begitu mengkhawatirkan karena dari jalur ini sudah siang dan sudah banyak pengunjung.
Ace dan Godzali yang merupakan personil paling muda melesat kencang meninggalkan saya dan Mr. Black yang tertatih-tatih.. :) .  Ketika kami berdua sedang istirahat tiba-tiba nongol Godzali datang dari bawah membawakan nasi uduk, sempet kaget juga baru kali ini ada yang sudah sampai bawah kembali lagi ke atas membawakan nasi uduk, jadi teringat waktu masih SMA dulu ketika mendaki di gunung Merbabu, saya sudah sampai bawah dan mendapatkan air terus kembali lagi ke atas untuk memberikan air kepada dua temanku yang masih tertinggal kelelahan di atas.
Kisah perjalanan ini berakhir ketika kami sampai di Bekasi dan menuju rumah masing.
Hikmah dari perjalanan ini, jangan remehkan alam meskipun tampak mudah dan tidak berbahaya, hanya orang-orang yang bisa mengerti dan menghargai alam yang akan bisa bertahan hidup di dalamnya.

Salam Rimba Salam Lestari

0 komentar:

Posting Komentar